Alhamdulillah washolatu wasalamu ala Rasulillah wa ala alihi wasohbihi wa walah.
Kita lanjutkan, kita sampai pada ucapan Syaikh as-Sa'di rahimahullah dalam kitab Manhajus Salikin :
“wa yanbaghi” (dan sudah sepatutnya), “An yatakhayyara” (memilih seseorang memilih), “dzataddin” (yang memiliki Ad-Din). Wanita yang dayyinah yang beragama, yang taat dalam beragama, “wal hasabi” dan juga yang hasab—ini asy-syaraf, kemuliaan. Al-Hasab adalah asy-syaaraf, kemuliaan. Maksudnya adalah dari keluarga yang mulia, dari keturunan yang baik-baik, atau dari keluarga yang terpandang.
”Wal waduda” dan juga yang wadud, dan yang mencintai. Yang memiliki sifat mencintai. “Wal walud”, yang subur—maksudnya peranakannya yang memiliki banyak anak atau yang subur peranakannya. “Wal hasibah”, sama tadi al-hasab, wanita yang syarifah, wanita yang mulia, wanita yang dari keturunan yang terpandang.
Setelah Syaikh as-Sa'di rahimahullah menyebutkan hadis, dan telah kita sebutkan bahwasanya empat kriteria seorang wanita, seorang laki-laki biasanya memilih wanita itu dari empat perkara. Itu adalah kebiasaan laki-laki menikah: bisa jadi karena hartanya, karena keluarganya, karena kecantikannya, dan karena agama.
Kemudian Rasulullah memberikan bimbingan, “Fadzfar bidzatiddin”, carilah yang wanita yang beragama. Di sini disebutkan, ternyata selain seseorang memilih wanita karena agamanya, ada kriteria-kriteria atau sifat-sifat yang dimiliki seorang wanita yang ternyata secara syar'i ini adalah dianjurkan. Jadi bukan hanya memilih dari sisi agamanya—tentu memilih dari agamanya ini yang paling utama—tetapi kalau ada sifat-sifat yang lain, maka ini lebih baik.
Yang pertama, yang paling utama, adalah memilih wanita karena agamanya, karena agamanya yang baik. Kemudian dianjurkan pula memilih kriteria-kriteria yang telah disebutkan oleh Syaikh. Jadi, ini membahas sifat-sifat atau kriteria yang ada pada wanita yang selayaknya kita pilih. Ini sifat-sifat ideal bagi wanita, atau seorang laki-laki mencari wanita yang bersifat berikut ini yang tadi disebutkan:
1. Dzaatuddin (Memiliki Agama)
dzatuddin yang memiliki agama. Dalilnya hadis yang telah kita bahas sebelumnya, setelah Rasulullah menyebutkan kebanyakan manusia, kebanyakan laki-laki memilih karena empat, diakhiri dengan “Fadzfar bidzatiddin taribat yadak”. Carilah yang beragama, yang taat beragama, maka engkau akan beruntung. Dan telah kita sebutkan makna taribat yadak adalah al-hats, tidak kita terjemahkan tetapi maknanya adalah anjuran. Carilah yang beragama.
Adapun dalil lain dari Al-Qur'an yang menunjukkan bahwasanya seorang wanita itu dinikahi karena agamanya, di antaranya Surah Al-Baqarah 221: “wa la amatun mukminatun khairun min musyrikatin walau a'jabatkum”. Sungguh budak wanita yang beriman itu lebih baik min musyrikatin dari orang musyrik, orang kafir, walau a'jabatkum, walaupun kecantikannya mengagumkanmu. Jadi agama jelas utama, amatun mukminatun, budak perempuan yang beriman itu lebih baik dibandingkan musyrikah walau a'jabatkum. Ini dalil bahwasanya wanita beriman itu adalah lebih baik, atau kriteria yang dicari adalah yang memiliki agama.
Dalil lain Surah An-Nur Ayat 26: “Wa At-Thayyibat lith-thayyibin wath-thayyibuna lith-thayyibat”. Wanita yang baik, tentunya yang dimaksud adalah baik agamanya, itu adalah untuk laki-laki yang baik. Wath-thoyyibuuna laki-laki yang baik lith-thoyyibat untuk wanita yang baik. Maka carilah perempuan yang baik agamanya.
Kemudian dalil lain bahwasanya sifat yang paling utama yang ada pada wanita untuk dinikahi adalah agamanya, adalah Surah An-Nisa Ayat 34: “Fash-shaalihaatu qoonitaatun haafidzootun lil-ghaibi bima hafidzallah”. Wanita yang shalihat, yang qanitat, yang taat, hafidzatun lil-ghayb, yang menjaga diri ketika suaminya tidak ada. Ini adalah dikarenakan Allah telah menjaganya. Ini disebutkan qonitatun lil-ghaib. Adapun dari hadis-hadis yang kita baca, Fadzfar bidzatiddin. Ini sifat yang utama yang pertama yang kita letakkan di nomor pertama adalah dzatuddin.
2. Al-Walud dan Al-Wadud (Subur dan Mencintai)
Kemudian sifat yang kedua disebutkan di sini adalah kita bahas dulu yang al-wadud karena ini satu dalilnya dengan al-walud.
Sifat yang kedua adalah al-wadud. Al-wadud adalah yang mencintai, mencintai suaminya. Jadi sifatnya adalah pengasih, atau dia mencintai, bersifat mencintai suaminya. Dalilnya hadis yang makruf, hadits Ma'qil bin Yasar radhiyallahu ta'ala anhu. Beliau mengatakan:
”Ja'a rajulun ila an-nabi shallallahu alaihi wasallam faqala :”. Datang seseorang kepada Nabi shallallahu alaihi wasallam, kemudian dia mengatakan: “Inni ashobtu imra'atan”. Aku mendapati ada seorang wanita hasabin yang memiliki kemuliaan, orang tuanya adalah dari keturunan mulia, wa jamalin dan cantik. Wa innaha la talidu. Tapi kata pemuda tersebut, akan tetapi wanita tersebut walaupun kedudukannya tinggi, cantik, tetapi tidak memiliki anak atau tidak bisa memiliki anak.
Afaatazawwajuha? Apakah aku menikah dengannya? Kata Rasulullah, Tidak. Kemudian datang kedua kalinya, Rasulullah tetap melarang: Tidak. Kemudian datang yang ketiga kali, baru Rasulullah mengatakan: Tazawwajul wadud al-walud. Nikahilah wanita yang mencintai—bersifat mencintai—wal walud dan juga banyak anaknya. Fainni mukatsirun bikumul umama. Sesungguhnya aku akan membanggakan dengan jumlahnya, dengan banyaknya umat Islam.
Ini disebutkan al-wadud. Nikahilah yang al-wadud. Ini dalilnya bahwasanya kriteria yang kedua adalah dia wanita itu adalah pengasih atau menyayangi, penyayang, atau mencintai suaminya. Dilihat dari mana? Ya, dilihat mungkin dari keluarganya, dari ibunya, atau dari sifat orang tuanya, ayahnya, atau keluarganya. Ternyata sifat-sifatnya adalah dia penyayang, tidak cuek, kemudian juga peduli terhadap temannya. Sifat seseorang bisa juga misalnya bertanya terhadap walinya atau juga ibu kita atau kakak perempuan kita, kita tanyakan bagaimana sifat wanita tersebut. Kalau al-wadud maka ini adalah sifat yang termasuk yang terpuji, yang dicari oleh laki-laki, selain dataddin maka juga mencari al-wadud.
Kemudian dalil lain bahwasanya kriteria wanita yang ideal adalah al-wadud: Saurah yang ma'ruf, Ar-Rum Ayat 21: Wamin ayatihi an khalaqa lakum min anfusikum azwaajan litaskunu ilaiha waja'ala bainakum mawaddatan wa rahmah. Termasuk dari tanda-tanda kebesaran Allah, Allah menciptakan dari jenis kalian dari manusia azwaja berpasangan, litaskunu ilaiha agar kalian condong merasa tentram untuknya, tentram kepada wanita tersebut, terhadap istrinya. Mawaddatan wa rahmah. Allah jadikan antara kalian saling mencintai dan saling menyayangi. Kalimat taskunu ya, wanita yang dia penyayang tentunya seorang suami akan condong dan tenang, tentram terhadap wanita tersebut. Dan juga tadi mawaddatan. Ini termasuk dalil bahwasanya mencari wanita yang sifatnya adalah al-wadud.
Kemudian sifat berikutnya adalah al-walud. Ini dalilnya sama tadi: ada seseorang yang datang kepada Rasulullah mengatakan ada seorang wanita yang cantik, yang terhormat, tetapi tidak memiliki anak. Rasulullah mengatakan tidak, jangan nikahi wanita tersebut. Larangan ini tidak bersifat haram tetapi sebaiknya saja. Bukan artinya tidak boleh, tetapi Rasulullah memberikan bimbingan cari yang lain. Ini secara umum, kalau memang nanti ada sebab-sebab yang lain maka nanti akan dibahas sebagaimana sifat-sifat yang lainnya.
Secara umum, kalau bisa cari yang dia memiliki banyak anak. Dari mana seseorang tahu bahwasanya wanita tersebut adalah walud? Tadi dari kerabatnya, dari ibunya ternyata memiliki anak yang banyak, atau dari bibinya, atau dari kakaknya, atau ada kemungkinan lain dia pernah menikah ternyata suami yang pertamanya tidak punya anak dari suami pertamanya, dan atau dari medis ternyata memang tidak bisa memiliki anak. Maka kalau yang seperti ini, jadikan ini pilihan yang terakhir. Kalau bisa mencari yang al-walud yang memiliki banyak anak. Kalau mandul, maka kalau tahu dari awal lebih baik mencari yang lainnya. Karena tujuan utama sebagaimana telah kita sebutkan, hikmah yang besar dari menikah adalah untuk memiliki keturunan.
3. Al-Hasab (Keturunan Baik)
Kemudian yang berikutnya adalah al-hasab. Termasuk sifat yang dianjurkan: dari keturunan baik-baik, dari keluarga baik-baik, orang tuanya dari keluarga yang baik-baik. Keluarga yang terpandang. Tadi hadis yang kita baca Rasulullah didatangi seorang sahabat yang mengatakan, "Aku mendapatkan ada wanita yang Dza hasabin." Aku mendapati ada seorang wanita yang dia terhormat. Berarti ini termasuk yang dicari. Rasulullah tidak melarang, berarti ini menunjukkan tidak mengapa atau bahkan dianjurkan mencari wanita yang keluarganya adalah keluarga yang terhormat. Ini hasab. Kalimat di sini al-hasab dan juga al-hasibah, berarti sudah kita bahas.
Kita ulang di sini, wa yanbaghi selayaknya mencari seseorang memilih dzataddin—telah kita sebutkan dalilnya—al-hasab juga tadi telah kita sebutkan, al-wadud, al-walud telah kita sebutkan.
4. Al-Bikrun (Gadis)
Kemudian ada kriteria lain, sifat lain yang di luar ini yang tidak disebutkan oleh Syaikh as-Sa'di rahimahullah, adalah An takuna bikron. Jadi termasuk yang dicari, hukum asalnya adalah yang afdhal adalah bikron. Bikron itu adalah ghairu tsayyib. Lawan dari telah menikah. Jadi yang gadis, yang gadis yang belum menikah.
Apa dalilnya? Bahwasanya seseorang laki-laki hukum asalnya adalah menikahi wanita yang gadis yang belum menikah sebelumnya. Dalilnya adalah hadits Jabir ibn Abdillah radhiyallahu ta'ala anhuma. Hadits ini yang akan kita baca ini hadis yang ma'ruf, di sini ada dua pendalilan. Ini sekaligus dalil bahwasanya hukum asalnya adalah mencari yang gadis yang belum menikah. Kecuali kalau ada maslahat, kalau ada kebaikan lain, baru boleh mencari atau baru dia menikahi yang janda.
Hadits Jabir ibn Abdillah radhiyallahu ta'ala anhuma, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bertanya kepada Jabir: Ya Jabir tazawwajta? Wahai Jabir, apakah engkau telah menikah? Kata Jabir: Na'am, iya, aku telah menikah. Kemudian Rasulullah bertanya lagi: Menikahnya adalah dengan gadis atau janda? Kata Jabir menjawab: Bahkan janda, ya Rasulullah.
Kata Rasulullah: Fahalla jariyatan bikran? Mengapa tidak kau nikahi wanita yang masih gadis yang jariyah atau bikron? Alasannya adalah kata Rasulullah: Tula'ibuha wa tula'ibuk. Engkau bisa bermain-main bercanda dengannya dan wanita tersebut bisa bercanda, bermain-main denganmu. Kemudian dalam riwayat lain: tudhaibuha wa tudhabuka. Kau bisa saling tertawa dengannya dan dia bisa tertawa denganmu.
Ini dalilnya. Berarti Rasulullah menganjurkan mencari yang bikran. Kenapa tidak cari yang belum menikah sebelumnya? Supaya bisa bermain-main, bercanda, bisa lebih romantis.
Kemudian kata Jabir: Qultu lahu, kata Jabir: Inna abdallah halaka. Sesungguhnya Abdullah, ayahku, meninggal. Di riwayat lain disebutkan bahwasanya ayahku terbunuh di Perang Uhud. Wa taraka banatin sab'in au tis'in. Dan ayahku meninggalkan sembilan anak perempuan. Jadi saudari-saudarinya ada sembilan perempuan. Aku memiliki sembilan saudari. Wa inni karihtu an atiyahunna bijariyah mitslahunna. Dan aku tidak suka mendatangkan wanita kepada mereka yang sepantar, yang seumuran. Fa ahbabtu an atiyahunna biimra'atin ta'ulu hunna wa tanfaq hunna. Aku lebih suka mendatangkan wanita di kalangan di tengah-tengah mereka adalah dengan wanita yang ta'ulu hunna yang bisa mengurusi mereka dan bisa merawat mereka.
Kata Rasulullah: Semoga Allah memberkahimu. Dan itu adalah kebaikan. Berarti hukum asalnya Rasulullah menganjurkan nikahilah yang bikran yang masih gadis. Tapi kalau ada maslahah kebaikan yang lain, maka tidak mengapa menikahi janda. Di antaranya ini tadi yang disebutkan Jabir, dan nanti ada saya sebutkan contoh-contoh maslahat yang lain.
Kemudian dalil yang lain yang menunjukkan bahwasanya menikahi gadis itu adalah lebih utama, atsar atau ucapan Utsman ibn Affan kepada Ibnu Mas'ud. Atsar Utsman ibn Affan kepada Ibnu Mas'ud. Hadis Jabir tadi Muttafaqun alaihi.
Utsman bin Affan mengatakan kepada Ibnu Mas'ud: A la uzawwiju ka bi bikrin tu'akkiruka bi madla? Tidakkah aku berikan kepadamu atau aku tawarkan kepadamu wahai Abu Abdurrahman—kunyah Ibnu Mas'ud—untuk aku nikahkan engkau bikron dengan gadis yang belum menikah? Apa hikmahnya? Kata Utsman bin Affan kepada Ibnu Mas'ud: Agar mengingatkan engkau pada apa yang telah lewat. Dalam riwayat lain: la'allaha tudzakiruka bima dla min asyabi. Semoga kalau engkau menikah dengan gadis bisa mengingatkanmu masa lalu, pada masa mudamu. Jadi lebih mengingatkan ke masa muda ketika masih nasyat, ketika masih semangat. Ini berarti menunjukkan menikah dengan bikran adalah memiliki keutamaan, atau masuk kriteria wanita yang dicari.
Kemudian juga dalil yang menunjukkan bahwasanya menikah dengan bikran itu adalah memiliki keutamaan, lebih baik mencari yang bikron dulu, adalah Hadis Aisyah radhiallahu ta'ala anha Fil Bukhari nomor hadis 507.
Kata Aisyah: Ya Rasulullah araita lau nazalta wadian wafihi syajarun quddama fa ukil a kullu syajarin minha wa wujidta syajaran lam yurta minha? Wahai Rasulullah, bagaimana pendapatmu kalau engkau singgah wadian di lembah, dan di lembah tersebut ada pohon yang sudah dimakan, jadi ada pepohonan atau rumputan yang sudah dimakan, kemudian engkau dapatkan ada pohon yang belum dimakan? Mana yang tur'i? Mana yang kau pilih untuk menggembalakan untamu?
Aisyah mengatakan: Mana yang kau pilih untuk menggembalakan hewan ternakmu atau untamu? Kata Rasulullah: Tadi, lam yurta minha—pada tanaman atau rumputan yang belum digembalakan.
Aisyah ini memberikan permisalan maksudnya adalah Aisyah memiliki keutamaan. Karena Aisyah itu adalah satu-satunya istri Nabi yang dinikahi dalam keadaan bikran. Di dalam hadis di Bukhari tadi disebutkan: Ta'ni anna Rasulullah shallallahu alaihi wasallam lam yatazawwaj bikron ghayiraha. Maksudnya kata Aisyah, "Engkau ini wahai Rasulullah tidaklah menikah kecuali tidaklah menikahi yang gadis kecuali aku ya, kecuali diriku." Ini sedang membanggakan dirinya dengan permisalan. Ini berarti dalil bahwasanya menikahi bikran itu adalah termasuk perkara yang dicari, termasuk perkara yang lebih utama.
Adapun istri Rasulullah sisanya—sepuluh dari sebelas—itu adalah semuanya tsayyib, dalam keadaan janda. Jumlah istri Rasulullah waktu itu pernah kita sebutkan ada sebelas. Kenapa disebutkan sembilan di hadis atau kita mengenal sembilan? Karena dua yang dari istri Rasulullah, Khadijah dan salah satunya, meninggal lebih dulu, meninggal sebelum Rasulullah shallallahu alaihi wasallam meninggal. Sehingga ada saat ketika Rasulullah hidup itu adalah tersisa sembilan. Adapun jumlahnya adalah sebelas. Sebagian menyebutkan ada dua lagi dinikahi tapi dicerai. Ada dua wanita yang dinikahi oleh Rasulullah, dua sahabiyah, tetapi dicerai, dan itu tidak dihitung. Dan ada satu lagi, Mariyah, itu adalah amah atau budak. Jadi jumlahnya sebelas, meninggal dua, Khadijah dan salah satunya, sebelum Rasulullah. Sehingga di hadis yang telah kita sebutkan itu sembilan. Aisyah membanggakan dirinya karena tidak ada wanita dari istri Nabi yang dinikahi dalam keadaan gadis kecuali Aisyah radhiyallahu ta'ala anha.
Kecuali tadi, apabila ada maslahah. Maslahah yang tadi dicontohkan adalah tadi dia menikah kemudian memiliki adik-adik perempuan banyak. Kalau dia menikahi yang seumuran, misalkan yang masih belasan di bawah 20, sedangkan adik-adiknya umur sama sepantaran maka akan sulit. Maka itu termasuk maslahat.
Kemudian apa maslahat yang lain? Contoh kebaikan yang kita dapatkan menikah dari tsayyib (janda)? Tadi faktanya Rasulullah, sepuluh-sepuluhnya adalah janda. Jadi dua-duanya dikerjakan oleh Rasulullah, tetapi lihat maslahatnya.
Di antara maslahatnya adalah ketika laki-laki tersebut kasihan terhadap wanita tersebut. Ada seorang wanita kemudian ditinggal suaminya. Kemudian dia merasa kasihan, ingin menolong. Ini termasuk maslahat. Berarti tidak mengapa menikahi tsayyib dalam rangka menolong, karena dia kasihan wanita tersebut butuh pertolongan.
Atau juga misalkan ingin mendapatkan pahala dari menafkahi anak-anaknya. Ada janda kemudian anaknya banyak, dia ingin mendapatkan, mengharapkan pahala dari memberi makan anak-anaknya. Ini termasuk maslahat. Boleh berarti termasuk alasan yang syar'i menikahi janda karena tadi ingin menolong wanita tersebut kasihan. Atau tadi anak-anaknya banyak dia ingin menolong. Maka ini termasuk maslahat.
Adapun istri Rasulullah itu adalah kebanyakan dinikahi dalam keadaan janda.
Kemudian juga dalam Surah At-Tahrim Ayat 5: Asa Rabbuhu in thallaqakum an yubdilahu azwaajan khairan minkunna muslimatin mu'minatin qanitatin ta'ibatin abidatin sa'ihati tsayyibatin wa abkaro. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman : in thallaqakum apabila engkau Rasulullah menceraikan, maka Allah akan ganti azwajan (istri-istri) Allah akan gantikan lebih baik dari mereka: muslimatin yang muslimat, mu'minatin yang beriman, qanitatin yang taat, ta'ibatin yang bertaubat, abidatin yang beribadah, sa'ihatin yang berpuasa, kemudian apa ayatnya? Tsayyibatin wa abkar. Allah akan ganti dengan yang tsayyibat yang janda atau yang abkar yang gadis. Jadi ini dua-duanya memiliki maslahat masing-masing. Tapi kalau hukum asalnya, kalau tidak ada pertimbangan secara umum, berarti memilih yang bikran. Jadi walaupun al-adillah tadi menyebutkan bikran-bikran, tadi Rasulullah ternyata ada faktor-faktor lain sehingga kesepuluhnya adalah thayyiban.
5. Al-Jamilah (Cantik)
Kemudian yang lain, yang tidak disebutkan atau disebutkan di hadis sebelumnya tersirat, adalah tadi tambahannya adalah bikron (gadis). Kemudian termasuk kriteria yang ideal juga adalah an takuna jamilatan, cantik.
Bagaimana dengan hadis yang sebelumnya katanya hadis yang sebelumnya itu hanya kebiasaan saja, seorang laki-laki itu memilih karena empat? Berarti kan tidak termasuk lijamaliha tidak termasuk dianjurkan. Kata ulama, itu adalah kalau menikah hanya karena hartanya saja—itu tidak dianjurkan—atau karena hasab nya saja, karena terhormat saja wanita tersebut, atau lijamaliha. Itu yang tidak dianjurkan. Tapi kalau ternyata beragama kemudian ternyata lijamaliha dia juga cantik, maka ini lebih ahsan, atau dari keturunan terhormat, maka ini lebih ahsan.
Jadi tambahannya tadi adalah wanita tersebut adalah bikron (gadis) maka ini lebih baik, lebih ideal, dan juga jamilatan cantik.
Apa dalil-dalilnya? Dalil-dalilnya nanti InsyaAllah dalil-dalil yang disebutkan permasalahan nazhor itu menunjukkan berarti disyariatkan untuk mencari yang cantik. Buktinya apa? Diperintah untuk nazhor. Nazhor itu berarti dia melihat apakah wajahnya dia tertarik atau tidak. Ini secara umum.
Pertemuan berikutnya kita akan membahas tentang nazhor, akan disebutkan dalil-dalilnya. Dalil-dalil itu sekaligus berarti apabila wanita itu adalah jamilah—ingat, awalnya adalah beragama kemudian dia jamilah—maka ini adalah lebih utama.
Kemudian alasan tadi, alasan pertama adalah dalil-dalil tentang nazhor. Alasan yang kedua adalah lebih iffah. Seorang suami itu lebih menjaga pandangan ketika istrinya adalah cantik. Kemudian juga ini alasan yang kedua, takun asmah, lebih sempurna dalam menjaga kehormatan suami. Jadi lebih betah di rumah terhadap istrinya.
Kemudian alasan yang ketiga adalah perbuatan Rasulullah. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam memilih Shafiyyah itu adalah terkenal dengan lijamaliha. Shafiyyah salah satu istri Nabi itu terkenal dengan kecantikannya. Dan dikatakan juga Juwairiyah, salah satu istri Nabi, itu dikenal dengan kecantikannya.
Kemudian juga di antaranya yang telah kita sebutkan adalah ketika ada wanita yang datang kepada Rasulullah menghibahkan dirinya. Kemudian Rasulullah di dalam hadis disebutkan ra'a ilaiha sya'raha wa tarik ba'da nadhra gammadhha. Rasulullah melihat ke atas, bagian atas wanita tersebut, kemudian menurunkan pandangannya, melihat dari atas ke bawah, kemudian menundukkan pandangannya. Jadi ini nazhor melihat, ternyata Rasulullah saat itu adalah tidak tertarik. Ini menunjukkan berarti kecantikan adalah perkara yang memang boleh atau masyru', disyariatkan, atau dianjurkan. Tapi ingat, utamanya adalah din, baru tambahan-tambahan. Kalau bisa terkumpul semuanya, itu ahsan.
Wallahu Ta'ala A'lam. Jadi tambahan dari luar kitab adalah an takuna bikron al-bikr, wal jamilah, dan juga cantik.
Wallahu ta'ala a'lam. Subhanakallahumma wabihamdika asyhadu alla ilaha illa anta astaghfiruka wa atubu ilaik. Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.
0 komentar:
Posting Komentar