Kitab Nikah 01
Bismillahirrahmanirrahim. Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. Alhamdulillah wassalatu wassalamu 'ala rasulillah wa 'ala alihi wa sahbihi wa man walah.
Alhamdulillah, kita telah selesai dari Kitabul Mawaris, pembahasan tentang ilmu warisan. Sekarang kita masuk ke pembahasan yang baru, Kitabu An-Nikahi (Kitab Nikah).
Makna Kata Kitab
Sebagaimana sering kita ulang, kalimat Kitab (huruf kāf, tā', dan bā') itu maknanya adalah Al-Jam'u (mengumpulkan).
Ibnu Faris rahimahullah dalam kitab Maqayis Al-Lughah mengatakan, "Al-kaf, wa at-ta', wal ba' ashlun shahih wahidun yadullu 'ala jam'i syain ila syain." Huruf kāf, tā', dengan bā' ini maknanya adalah menunjukkan menggabungkan sesuatu ke sesuatu yang lainnya.
Makna Kitab dalam Fikih:
Yang dimaksud Kitab di sini adalah, sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Mulaqin rahimahullah, "Wal murādu bihi mā jama'a abwaban tarji'u ilā ashlin wāhidin." Yaitu yang mengumpulkan bab-bab yang kembalinya ke satu permasalahan.
- Misalnya: Kitabut Thaharah adalah kumpulan bab-bab thaharah (bab air, wudu, mandi).
- Kitabun Nikah adalah kumpulan pembahasan yang mengumpulkan bab-bab yang berkenaan dengan nikah (syarat nikah, talak, mahram).
Jadi, Kitabun Nikah berarti kumpulan pembahasan nikah.
Makna Kata An-Nikah
Huruf nūn, kāf, dan hā' (An-Nikah), disebutkan oleh Ibnu Faris rahimahullah: "An-nūn, wal kāf, wal hā ashlun wahid wa huwa al-bid'u." Maknanya kembali kepada Al-Bid'u atau Al-Jimak (hubungan badan).
Nikah memiliki dua makna:
- Al-Jimak (Hubungan badan).
- Al-'Aqdu (Akad).
Makna An-Nikah secara Lughah (Bahasa)
Makna nikah secara lughah adalah Ad-Dhammu wa At-Tadakhul (bergabung atau masuk).
- Contoh: Nakaha al-matharu al-ardha (Hujan masuk ke tanah).
- Contoh: Nakaha an-nu'āsu al-a'yun (Rasa kantuk masuk ke matanya).
Makna An-Nikah secara Syar'i (Istilah)
Secara syar'i atau istilah, nikah bisa bermakna Al-Aqdu (akad nikah yang sahih) atau Al-Wat'u (jima').
Makna Nikah dalam Al-Qur'an
Kalimat nikah banyak disebutkan di dalam Al-Qur'an dan kebanyakan bermakna Al-Aqdu (akad).
Pengecualian (Bermakna Selain Akad):
- Surah An-Nisa Ayat 6: "Wabtalū al-yatāma... hattā idzā balaghū an-nikāh." Yang dimaksud An-Nikah di sini maknanya adalah Al-Hulūm atau Sinnul Bulūgh (usia baligh). Ujilah anak yatim hingga dia mencapai usia baligh dan mampu mengurus hartanya dengan baik.
- Surah Al-Baqarah Ayat 230: "Fa in thallaqahā fa lā tahillu lahū min ba'du hattā tankihā zaujan ghairah." Apabila sudah talak bain (talak ketiga), ia tidak halal bagi suaminya yang pertama kecuali hattā tankihā zaujan ghairah (sampai wanita tersebut menikahi suami yang lainnya). Tankiha di sini maknanya adalah Al-Wat'u atau Al-Jimak, tidak cukup hanya akad saja. Hal ini dikuatkan oleh hadis Nabi ﷺ: "Lā... usailu'q usailat" (tidak boleh) sampai perempuan tersebut merasakan manisnya madu dan yang laki-lakinya merasakan manisnya madu perempuan tersebut (kiasan dari jima').
Adapun selain dua ayat ini, kebanyakan kalimat nikah dalam Al-Qur'an bermakna Al-Aqdu.
Nikah Termasuk Sunah Al-Mursalin
Berkata Asy-Syekh As-Sa'di rahimahullah, "Wa huwa min sunani al-mursalin." Dan dia (nikah) min (termasuk) Sunani Al-Mursalin.
- Sunan (jamak dari sunah) di sini maknanya adalah At-Tariqah (jalan/ajaran) atau Al-Manhaj (metode).
- Al-Mursalin maksudnya adalah para Rasul, mencakup juga Al-Anbiya.
Nikah termasuk ajaran para Rasul secara umum.
Dalil Umum (Sunah Para Rasul):
Surah Ar-Ra'du ayat 38: "Wa laqad arsalnā rusulan min qablika. Wa ja'alnā lahum azwājan wa dzurriyyah." (Sungguh Kami telah utus para rasul sebelummu, dan Kami jadikan untuk mereka azwājan—para istri—dan juga dzurriyyah—keturunan).
Dalil Khusus (Sunah Nabi Muhammad ﷺ):
-
Hadis Said Ibnu Zubair:
Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhuma bertanya kepada Said bin Jubair, "Hal tazawwajt?" (Apakah engkau sudah menikah?). Said bin Jubair menjawab, "Belum." Ibnu Abbas berkata, "Nikahlah. Khairul ummati aktsaruha nisa'an." (Sesungguhnya manusia terbaik di umat ini adalah yang paling banyak istrinya). Yang dimaksud adalah Nabi kita Muhammad ﷺ.
- Jumlah istri Nabi ﷺ: Totalnya 11, tetapi yang hidup bersama adalah 9.
- Atsar Ibnu Mas'ud radhiyallahu ta'ala 'anhu: Disebutkan dalam Mushannaf Ibn Abi Syaibah dengan sanad yang sahih, beliau mengatakan, "Lau lam yabqa minad dahri illā lailatun wāhidatun la ahbabtu an takūna lī fīhi imra'atun." (Kalaulah tidak tersisa dari waktu kecuali satu hari saja, tentu aku akan menyukai pada hari itu adalah aku memiliki istri).
- Hadis Abu Hurairah (Larangan Kebiri): Abu Hurairah bertanya kepada Rasulullah ﷺ karena khawatir jatuh ke dalam maksiat tetapi tidak mampu menikah, dan ia meminta untuk dikebiri. Rasulullah ﷺ melarangnya dan berkata: "Yā Abā Hurairah, jaffa al-qalamu bimā anta lāqin." (Sudah catatan takdir sudah kering). Ini menunjukkan larangan untuk mengkebiri diri.
- Hadis Anas bin Malik (Penolakan Tabattul): Tiga sahabat datang ke rumah istri-istri Nabi ﷺ menanyakan ibadah beliau. Mereka menganggap ibadah mereka sedikit dibandingkan Nabi ﷺ. Salah satunya berkata, "Wa anā a'tazilu an-nisā' wa lā atazawwaju abadan." (Aku akan menjauhi wanita dan aku tidak akan menikah). Rasulullah ﷺ menegur mereka: "Wallāhi, innī la-akhsyākum lillāhi wa atqākum lahū. Lākinnī ashūmu wa ufthir, wa ushallī wa anām, wa atazawwaju an-nisā'." (Demi Allah, aku adalah yang paling takut di antara kalian dan yang paling bertakwa di antara kalian. Akan tetapi aku berpuasa dan juga berbuka, aku salat malam dan juga ada waktu untuk tidur, dan aku juga menikahi wanita). Rasulullah ﷺ melanjutkan, "Faman raghiba 'an sunnatī fa laisa minnī." (Barang siapa yang benci terhadap sunahku, maka dia bukan termasuk dari golonganku).
Larangan Ruhbaniyyah dan Tabattul
Lawan dari sunah menikah adalah keyakinan bahwa tidak menikah dan fokus ibadah adalah kebaikan. Ini adalah kesesatan.
-
Ruhbaniyyah:
Disebut juga kependetaan, yang dilakukan oleh Nasrani, memutus dari kelezatan dunia untuk fokus ibadah. Ini dilarang dalam Islam.
- QS. Al-Hadid: "Wa ruhbāniyyatan ibtada'ūhā." (Dan ruhbaaniyyah itu adalah perkara yang mereka buat-buat).
-
At-Tabattul Al-Mamnu' (Membujang Terlarang):
Tabattul di sini adalah membujang terus-menerus dan fokus ibadah berdasarkan keyakinan.
- Sa'ad bin Abi Waqqas mengatakan Rasulullah ﷺ menolak ketika Utsman bin Maz'un izin untuk tabattul (membujang selamanya).
- Tabattul yang terlarang adalah tidak menikah selama-lamanya kemudian hanya memfokuskan ibadah.
-
At-Tabattul Al-Masyru' (Tabattul yang Disyariatkan):
- QS. Al-Muzzammil Ayat 8: "Wadzku risma rabbika wa tabattal ilaihi tabtīlā."
- Maknanya adalah yuqbilu bi qalbihī ila rabbihī ta'ālā fī ibādatihi (menghadapkan hatinya kepada Allah ketika ibadah). Ini adalah fokus hati, bukan menjauhi dunia.
Nikah adalah perkara yang disyariatkan. Barang siapa yang meyakini nikah menghalangi ibadah, maka ini dibantah oleh Rasulullah ﷺ.
Untuk mukadimah telah selesai. Insyaallah pada pertemuan berikutnya kita akan membahas hadis yang makruf: "Yā ma'syara asy-syabāb..."
Ila hunā, subhanakallahumma wa bihamdik, asyhadu alla ilaha illa anta, astaghfiruka wa atubu ilaika. Wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
#manhajussalikin
#nikah 01
0 komentar:
Posting Komentar