Bismillahirrahmanirrahim. Asalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Alhamdulillah wasalatu wasalamu ala rasulillah wa ala alihi wasahbihi wan waalah.
Pendahuluan dan Dalil Syariat Nikah
Kita sudah masuk di kitabun nikah. Pada pertemuan sebelumnya telah kita sebutkan bahwasanya kata an-nikah secara umum keseringannya adalah bermakna al-akad (akad nikah). Tetapi di beberapa ayat atau di ayat yang telah kita sebutkan bermakna al-wat'u atau al-jima'. Dan juga kita telah menyebutkan dalil-dalil tentang disyariatkannya menikah. Menikah merupakan sunah ajaran dari almursalin (para rasul).
Hadis tentang Perintah Menikah
Sekarang kita masuk ke hadis dari sahabat Ibnu Mas'udin radhiallahu ta'ala anhu.
Di dalam hadis disebutkan:
"Yā ma'syara asy-syabāb, manistathā'a minkumul bā'ah fal yatazawwaj fainnahu aghaddu lil bashar wa ahshanu lil farji, wa man lam yastathi' fa 'alaihi bish shaum fainnahu lahu wajā'."
Artinya: "Wahai para pemuda, barang siapa yang mampu di antara kalian (memiliki) al-bā'ah (kemampuan), maka fal yatazawwaj (menikahlah). Karena sesungguhnya ia (nikah) itu aghaddu lil bashar (lebih menundukkan pandangan) dan ahsanul lil farji (lebih melindungi kemaluan). Dan barang siapa yang tidak mampu, maka atasnya (baginya) untuk berpuasa. Karena sesungguhnya dia (puasa) baginya adalah wijā' (penawar/pelindung)."
(Muttafaqun 'alaihi - riwayat Bukhari dan Muslim)
Penjelasan Kata "Yā Ma'syara Asy-Syabāb"
Ma'syara
Kata ma'syara maknanya adalah ath-thā'ifah min an-nās alladhīna 'alā wasfin wāhid (sekelompok manusia yang mereka satu sifat). Yaitu sekumpulan orang yang sifat-sifatnya sama, misalnya satu profesi, satu pekerjaan, atau satu jabatan. Lafaz ma'syara adalah jam'un lā wāhida lahū min lafzhīhi (jamak yang tidak ada mufradnya dari lafaznya). Ia bisa dijamakkan lagi menjadi ma'āsyir, seperti ma'āsyiral mukminīn.
Asy-Syabāb
Asy-syabāb adalah jamak, mufradnya adalah syābbun. Rasulullah ﷺ mengkhususkan seruan ini untuk para pemuda.
Definisi asy-syabāb atau asy-syābb adalah alladhīna hāluhum bayna dhu'fil athfāl wa dhu'fil kibār (mereka adalah orang-orang yang keadaannya antara kelemahan anak kecil dan juga kelemahan orang tua). Usianya adalah orang-orang yang dia bukan anak kecil lagi dan juga belum orang tua lagi.
Batasan Umur:
Ulama berselisih, ada yang mengatakan dari bāligh sampai 30 tahun. Ada yang mengatakan dari bāligh sampai umur 40 tahun. Dikatakan oleh al-Azhari, yang dinukil oleh Syekh Alu Basam, wa huwa minal bulūgh ilal arba'īn hādha ahsanu tahdīdin lahū (dari dia sudah dewasa/bāligh sampai mencapai umur 40 tahun) adalah batasan yang paling bagus.
Walaupun hadis ini diarahkan kepada pemuda, tetapi ia tidak mengkhususkan. Jika ada yang kahl (paruh baya, 40 tahun ke atas) atau syekh yang sebab-sebabnya ada sama, maka berlaku pula hadis ini. Rasulullah ﷺ mengkhususkan seruan ini kepada pemuda karena keumumannya pemuda adalah yang kuat syahwatnya (li annal ghālib wujūduhā jima').
Penjelasan Kata "Al-Bā'ah"
Al-bā'ah dari sisi lughah (bahasa) maknanya adalah al-jima' (bersetubuh). Tetapi yang dimaksud al-bā'ah di sini adalah al-qudrah (kemampuan) yang mencakup dua hal:
- Al-Qudrah Al-Badaniyah (Kemampuan secara fisik/biologis): Mampu untuk melakukan jima'.
- Al-Qudrah Al-Māliyah (Kemampuan secara harta/finansial): Mampu secara keuangan.
Fokus Makna:
Kemampuan harta yang dimaksud bukanlah sampai mampu punya rumah atau kendaraan, tetapi adalah kemampuan untuk membayar mahar dan juga untuk al-infāq (menafkahi) kehidupan sehari-hari, serta adanya gambaran untuk kehidupan setelah menikah.
Ulama menjelaskan bahwa al-bā'ah yang dimaksud di hadis ini lebih khusus adalah al-Qudrah Al-Māliyah (kemampuan secara harta), karena Rasulullah ﷺ sudah berbicara kepada asy-syabāb (para pemuda) yang secara umum sudah mampu secara fisik.
Syekhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan: "Al istithā'atu an-nikāh huwal qudratu 'alā al-mu'nah" (Kemampuan nikah di sini adalah kemampuan dari sisi biaya). Hal ini juga didukung oleh akhir hadis, "wa man lam yastathi' fa 'alaihi bish shaum" (barang siapa yang tidak mampu, maka wajib baginya untuk berpuasa), yang maksudnya adalah tidak mampu secara biaya, karena kalau secara fisik sudah mampu.
Penjelasan Kalimat "Fal Yatazawwaj" (Hukum Nikah)
Dalam kalimat fal yatazawwaj, terdapat lām yaitu lāmul amr (lam perintah). Hukum asal dari fi'il amr (kata kerja perintah) adalah lil wujūb (menunjukkan wajib).
Hukum Nikah Secara Umum (Perbedaan Pendapat Ulama)
- Wajib (Wujūb): Berdasarkan dalil-dalil yang berisi perintah seperti hadis ini (fal yatazawwaj) dan ayat-ayat Al-Qur'an (QS. An-Nur: 32; QS. An-Nisa: 3, fankihū).
- Sunah (Rajih/Pendapat yang Lebih Kuat): Perintah ini adalah lil irsyād (bimbingan atau arahan), tidak sampai wajib. Dalil yang memalingkan hukum dari wajib adalah pilihan kedua dalam QS. An-Nisa: 3: "aw mā malakat aimānukum" (atau hamba sahaya yang kalian miliki). Jika wajib, maka tidak ada pilihan kedua.
Wallāhu Ta'ala A'lam, pendapat yang lebih kuat, nikah secara umum hukumnya adalah sunah, tidak sampai wajib.
Hukum Nikah Berdasarkan Keadaan Seseorang (Perincian)
Secara rinci, seorang laki-laki memiliki beberapa keadaan terkait hukum nikahnya:
-
Wajib:
- Attaq ilaihi (Berhasrat untuk menikah).
- Al-Qādir 'ala al-Muknah (Mampu biaya nikah).
- Khawatir jatuh terhadap maksiat (seperti zina mata, atau zina lainnya).
- Kondisi: Pemuda kaya yang takut bermaksiat jika tidak menikah.
- Hukum: Wajib menikah, menurut pendapat kebanyakan ulama, untuk menjaga diri dari keharaman.
-
Sunah:
- Mampu secara fisik.
- Mampu secara harta.
- Amān min al-fitnah (Aman dari fitnah/bisa menjaga diri).
- Hukum: Sunah menikah, menurut jumhur ulama.
-
Makruh:
- Indahu syahwah (Ada hasrat untuk menikah).
- Lā Qādir 'ala al-Muknah (Tidak ada kemampuan secara harta/benar-benar fakir).
- Kondisi: Dikhawatirkan akan melantarkan istrinya (tidak bisa menafkahi lahir dan batin).
- Hukum: Makruh untuk menikah, lebih baik dia menahan diri dulu dan solusinya adalah saum (puasa).
-
Mubah/Sunah:
- Lā Syahwah (Tidak memiliki syahwat/hasrat, e.g., karena sakit, impoten, atau sudah tua).
- Mampu secara finansial.
- Kondisi: Terdapat mashlahah (kemaslahatan) yang dituju, misalnya butuh ada yang mengurusinya, melayaninya, atau ingin menolong seorang wanita.
- Hukum: Ada yang mengatakan mubah, dan ada yang mengatakan disunahkan. Yang rājih adalah disunahkan karena ini termasuk ibadah secara umum.
-
Haram:
- Kondisi: Misalkan dia tinggal di negeri al-harb (peperangan) dan dikhawatirkan istrinya ditawan atau anak-anaknya ditangkap sehingga menjadi budak.
- Hukum: Haram.
Hikmah Nikah
Berikutnya adalah pembahasan mengenai hikmah, manfaat, atau faedah dari nikah, yang disebutkan dalam kalimat:
"Fainnahu aghaddu lil bashar wa ahsanu lil farji"
Hikmahnya adalah:
- Aghaddu lil bashar (Lebih menundukkan pandangan).
- Ahsanu lil farji (Lebih menjaga kemaluan).
Masih banyak hikmah-hikmah yang lain, yang insyaallah akan disebutkan pada pertemuan berikutnya.
Subhanakallahumma wabihamdik ashadu alla ilaha illa anta astagfiruka waubu ilaik. Asalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.
#manhajussalikin
#nikah 02
0 komentar:
Posting Komentar