Pembahasan An-Nazhor: Melihat Calon Istri
Bismillahirrahmanirrahim. Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Waalaikumsalam.
Alhamdulillah washalatu wassalamu ala rasulillah wa ala alihi wa shahbihi wa man walah.
Masih kita setoran hadis, yang mau setoran hadis, baik hadits "Ma’syara Syabab" atau "Tunkahul Mar'ah". Boleh membaca salah satunya.
... setoran hadis ...
Naam, ahsantum.
Dalil dan Hukum An-Nazhor (Melihat Calon Istri)
Kita lanjutkan pembahasan berikutnya. Berkata Asy-Syekh As-Sa'di rahimahullah dalam kitab Manhajus Salikin:
"Wa idza waqa'a fi qalbihi khitbatu imra'atin falahu an yanzhura minha ma yad'uhu ila nikahiha."
(Wa idza (Dan apabila) waqa'a (ada) fi qalbihi (di dalam hatinya) khitbatu (keinginan melamar) imra'atin (seorang wanita), falahu (maka boleh baginya) an yanzhura minha (untuk melihat wanita tersebut) ma yad'uhu (sesuatu yang mendorong dia) ila nikahiha (untuk menikahinya)).
Ini membahas permasalahan an-nadzar (melihat wanita) kapan? Ketika dia serius ingin menikahinya, ingin melamarnya (khitbah). Maka boleh bagi dia untuk melihatnya.
Hukum nazhor (melihat) ini menurut pendapat yang lebih kuat adalah mustahab (dianjurkan), tidak sampai wajib, tetapi sangat dianjurkan.
Dalil-Dalil An-Nazhor
Berikut adalah dalil-dalil tentang disyariatkannya nazar:
Hadits Abu Hurairah: Dahulu aku bersama Nabi ﷺ, kemudian datang seseorang memberitahu kepada Nabi ﷺ bahwa dia ingin menikahi seorang wanita dari kalangan Anshar. Rasulullah ﷺ bertanya: "A nazharta ilaiha? (Sudahkah engkau melihatnya?)" Sahabat itu menjawab: "Tidak, belum." Rasulullah ﷺ bersabda: "Fadzhab, fanzhur ilaiha (Pergilah dan lihatlah wanita tersebut), fa inna fi a'yunil ansar syai'an (karena wanita Ansar itu kebanyakan ada sesuatu di matanya)." (Riwayat Muslim, No. 1424).
Hadis Jabir bin Abdillah radhiyallahu ta'ala anhu: Rasulullah ﷺ bersabda: "Idza khathaba ahadukumul mar'ata, fa inistatho'a an yanzhura ilaa ma yad'uuhu ilaa nikahiha falyaf'al." (Apabila seseorang di antara kalian melamar seorang wanita, jika dia mampu untuk melihatnya—melihat kepada sesuatu yang mendorong dia untuk menikahinya—maka lakukanlah.) (Riwayat Abu Daud).
Hadis Muhammad bin Maslamah: Rasulullah ﷺ bersabda: "Idza alqallahu fi qalbi rajulin khitbata imra'atin, fala ba'sa an yanzhura ilaiha." (Bila Allah melemparkan—atau memberikan—di hati seseorang khitbah (keinginan melamar) seorang wanita, maka tidak mengapa untuk melihatnya.) (Riwayat Ibnu Majah).
Hadits Al-Mughirah bin Syu'bah: Beliau melamar seorang wanita, lalu Nabi ﷺ bersabda: "Unzhur ilaiha (Lihatlah wanita tersebut), fa innahu ahraa an yu'dama bainakuma" (Karena kalau dia melihat, ia lebih membuat kalian berdua cocok, lebih mendatangkan kecocokan/keharmonisan).
Hadits Sahl bin Sa'ad: Tentang seorang wanita yang datang kepada Nabi ﷺ dan menghibahkan dirinya untuk dinikahi Nabi. Rasulullah ﷺ melihatnya: "Nazhara ilaiha raf'a wa khafadha..." (Melihat ke atas, melihat ke bawah, setelah itu Rasulullah menundukkan kepalanya). Ini berarti Rasulullah ﷺ melakukan nazar.
Bolehkah Nazhor Tanpa Sepengetahuan Wanita? (Sirran)
Apakah disyaratkan harus diketahui oleh wanita tersebut dan walinya?
Secara hukum, boleh atau tidak disyaratkan harus diketahui oleh wanita tersebut atau walinya, asalkan dilakukan dengan niat serius untuk menikahi, dan ini adalah urusan antara dia dengan Allah ﷻ.
Dalil Perbuatan Sahabat: Dalam kisah Hadis Jabir tadi, Jabir mengatakan: "Maka aku ingin menikahi seorang jariyah (wanita). Fakuntu atakhobba'u laha (Dan aku bersembunyi dari wanita tersebut) hingga aku melihatnya—melihat kepada sesuatu yang mendorongku untuk menikahinya—kemudian aku menikahinya." Juga Hadis Muhammad bin Maslamah, beliau mengatakan: "Aku ingin melamar seorang wanita, kemudian aku bersembunyi laha (dari wanita tersebut) hingga aku melihatnya di balik pohon kurma." Ketika ada yang menegurnya, beliau menyampaikan hadis Rasulullah ﷺ tadi.
Ini adalah perbuatan para sahabat dan pemahaman mereka, yang menunjukkan boleh tanpa izin, dan karena tidak ada teguran (takrir) dari Rasulullah ﷺ, maka itu dibolehkan secara hukum.
Alternatif Praktik: Untuk menghindari fitnah, izin bisa diberikan kepada walinya saja, tanpa perlu diketahui oleh wanita tersebut. Misalnya, izin untuk melihatnya saat wanita tersebut tertidur, dengan ditemani oleh walinya. Hal ini dianggap lebih ringan (akhaff) bagi wanita tersebut agar tidak terlalu sakit hati jika ternyata lamarannya ditolak.
Peringatan: Di zaman sekarang, jika melakukan hal demikian (melihat sembunyi-sembunyi) bisa menimbulkan fitnah, dituduh yang tidak-tidak, atau disalahgunakan (berniat jahat lalu beralasan ingin nazhor), maka lebih baik izin kepada walinya meskipun ingin melihatnya secara sembunyi-sembunyi.
Batasan Nazar (Apa Saja yang Boleh Dilihat?)
Rasulullah ﷺ bersabda boleh melihat "ma yad'uhu ila nikahiha" (sesuatu yang mendorong dia untuk menikahinya).
Pendapat yang kuat (rajih) adalah batasan yang boleh dilihat adalah yang biasa terlihat oleh mahramnya.
Pendapat Rajih: Yang biasa terlihat di hadapan mahramnya, yaitu: wajah, rambut, leher, tangan (sampai siku), dan kaki/betis.
Alasannya: Syaikh Ibnu Ustaimin mengatakan yang paling utama adalah wajahnya, karena jika wajah sudah cocok, biasanya yang lain akan mengikutinya.
Dalil: Rasulullah ﷺ mengizinkan para sahabat untuk melihat sembunyi-sembunyi. Tidak mungkin melihat sembunyi-sembunyi jika wanita tersebut dalam kondisi bercadar atau tertutup total. Ketika di rumahnya, kondisinya biasa terlihat wajah, rambut, leher, tangan, dan kakinya.
Hukum: Hukum nazhor adalah mustahab (dianjurkan). Hukum ini juga berlaku bagi wanita, yaitu wanita disunahkan melihat laki-laki yang melamarnya. Karena jika laki-laki tertarik pada perempuan, perempuan pun tertarik pada laki-laki.
Syarat-Syarat Nazhor
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin rahimahullah menyebutkan beberapa syarat agar nazar menjadi dibolehkan:
An laa yakuna bi khalwatin (Tidak berdua-duaan/tidak khalwat):
Nazhor harus ditemani oleh mahram wanita tersebut (ayah atau saudara laki-lakinya).
Nazhor yang dilakukan berdua saja adalah haram.
Aziman 'ala taqaddum (Benar-benar serius dan bertekad melamar/maju):
Harus fokus ke satu wanita dan benar-benar ingin menikahinya.
Tidak boleh hanya sekadar menyeleksi (melihat yang pertama, kedua, ketiga, lalu memilih). Jika tidak ada niatan serius, nazhor tidak dibolehkan.
Ghalabatul ijabah (Kemungkinan besar diterima):
Jika kemungkinan besar lamaran akan diterima (misalnya 55% ke atas), maka boleh nazhor.
Jika kemungkinan besar tertolak, maka tidak perlu nazhor karena tidak ada faedahnya.
An laa yataladzdza' (Tidak berlezat-lezat/tidak bersenang-senang):
Nazhor harus seperlunya (muqaddaran bi qadril hajah). Melihat 1 menit, atau 30 detik sudah cukup.
Jika melihat terlalu lama (misalnya 10 menit hingga setengah jam), itu sudah termasuk bersenang-senang. Jika setelah melihat timbul fitnah, sebaiknya segera dihentikan.
Batasan Bicara Saat Nazhor
Bolehkah berbincang dengan wanita tersebut (muhadatsah thowilah)?
Kata Syaikh Ibnu Utsaimin, tidak boleh jika berbincang lama (ngobrol panjang) atau seperti wawancara.
Tujuan utama: Tujuan bolehnya mengajak bicara sebentar adalah hanya ingin mengetahui suaranya (istima').
Batasannya: Jika ia mengajak bicara dengan pembicaraan yang pendek (satu atau dua pertanyaan) itu adalah cukup (kafin). Untuk mengetahui suaranya, misal suaranya tidak terlalu besar seperti laki-laki.
Peringatan Keras: Yang lebih tidak boleh adalah melakukan komunikasi setelahnya atau sebelumnya. Wanita yang baru dinazhor atau dilamar sama saja dengan wanita lain (masih ajnabiyah). "An laa yatahaddats ilaiha 'an thariqil hatif (Tidaklah dia berbicara kepada wanita tersebut lewat HP/WA/SMS)." Jika alasannya tidak tahan, kata Syekh Ibnu Utsaimin: Akad saja! Walaupun pernikahannya sebulan lagi, jika sudah akad, bebas (boleh telepon atau lebih dari itu). Jika belum ada akad, wanita yang sudah dilamar atau di nazhor sama saja kedudukannya dengan wanita yang ditemui di pasar. Tidak boleh berbicara lewat HP atau SMS.
"An laa yatahaddats ilaiha 'an thariqil hatif (Tidaklah dia berbicara kepada wanita tersebut lewat HP/WA/SMS)."
Jika alasannya tidak tahan, kata Syaikh Ibnu Utsaimin: Akad saja! Walaupun pernikahannya sebulan lagi, jika sudah akad, bebas (boleh telepon atau lebih dari itu).
Jika belum ada akad, wanita yang sudah dilamar atau di nazhor sama saja kedudukannya dengan wanita yang ditemui di pasar. Tidak boleh berbicara lewat HP atau SMS.
Pembahasan berikutnya adalah permasalahan larangan khitbah (melamar) wanita yang sudah dikhitbah (dilamar) oleh seseorang sebelumnya.
Wallahu Ta'ala A'lam.
Subhanakallahumma wabihamdika, asyhadu alla ilaha illa anta, astaghfiruka wa atubu ilaik.
Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.
0 komentar:
Posting Komentar