Oleh ustadz Ayip
Saat maut menjemput, kematian tak bisa lagi ditunda. Nabi Ya’qub ‘alaihissalam masih tetap memperhatikan keadaan anak-anaknya. Apa yang beliau tatap perihal keadaan anak-anaknya? Bukan masalah harta yang ia bicarakan dengan anak-anaknya. Bukan pula masalah kekhawatiran bahwa anaknya tak bisa makan kelak. Bukan urusan keduniaan yang ia perbincangkan kepada anak-anaknya. Tetapi, sepeninggalnya nanti, tumbuh kekhawatiran anak keturunannya menjadi anak-anak yang tiada lagi bertauhid. Dialog indah, penuh makna dan sarat ibrah (pelajaran) bagi orang-orang berakal, bisa ditemukan dalam Alquran, Al-Baqarah:133;
أَمْ كُنتُمْ شُهَدَاءَ إِذْ حَضَرَ يَعْقُوبَ الْمَوْتُ إِذْ قَالَ لِبَنِيهِ مَا تَعْبُدُونَ مِن بَعْدِي قَالُوا نَعْبُدُ إِلَٰهَكَ وَإِلَٰهَ آبَائِكَ إِبْرَاهِيمَ وَإِسْمَاعِيلَ وَإِسْحَاقَ إِلَٰهًا وَاحِدًا وَنَحْنُ لَهُ مُسْلِمُونَ
“Adakah kamu hadir ketika Ya’qub kedatangan (tanda-tanda) maut, ketika ia berkata kepada anak-anaknya: ‘Apa yang kalian sembah sepeninggalku?’ Mereka menjawab: ‘Kami menyembah ilah-mu dan ilah leluhurmu, Ibrahim, Ismail dan Ishaq, (yaitu) ilah Yang Maha Esa dan kami hanya tunduk patuh kepada-NYA.”
Lihatlah, sebagai orang tua Nabi Ya’qub sedemikian tajam memperhatikan pendidikan tauhid bagi anak-anaknya. Tauhid adalah fitrah yang melekat pada diri anak. Tauhid inilah yang semestinya senantiasa dikawal oleh para orang tua agar senantiasa terpatri kukuh dalam diri anak, dan tentu saja dalam diri orang tua sendiri.
Fitrah tauhid ini pernah diisyaratkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:
“Setiap anak yang lahir dalam keadaan membawa fitrah (tauhid). Maka, kedua orangtuanyalah yang menjadikan anak tersebut Yahudi, Nasrani atau Majusi (penyembah api).” (HR. Al-Bukhari-Muslim hadits dari Abi Hurairah radhiyallahu ‘anhu)
Sungguh, barangsiapa yang menelantarkan pendidikan tauhid kepada anak-anaknya, enggan memberi bimbingan tauhid, dan menjaga kemurnian tauhid pada sang anak, berarti ia telah berbuat jahat yang teramat dahsyat. Sebab, salah satu kerusakan pada diri anak, adalah datang dari pihak orang tua. Para orang tua tak memiliki kepedulian terhadap pendidikan agama anak-anaknya. Para orang tua tak mau meluangkan waktunya untuk menanamkan sunah Rasul-NYA kepada buah hatinya.
Padahal, Allah Subhanahu wa Ta’ala telah memerintahkan agar menjaga diri dan keluarga dari siksa api neraka. Firman Allah :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلَائِكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَّا يَعْصُونَ اللَّهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ
“Hai orang-orang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu, penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-NYA kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (At-Tahrim:6)
Saat memberi penjelasan terhadap ayat di atas, Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu menyebutkan, bahwa yang dimaksud “Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka” yaitu ajarilah diri kalian dan keluarga kalian al-khair (kebaikan). (Diriwayatkan Al-Hakim dalam Mustadraknya 4/494).
Karenanya, sudah tiba masanya bagi para orang tua untuk senantiasa memperhatikan ke mana arah pendidikan anak-anaknya. Janganlah lantas berlepas diri dari memantau arah pendidikan anak. Sungguh, berapa banyak anak yang terjatuh dalam kesesatan akidah lantaran tidak terbimbing secara baik. Anak terjatuh pada kejelekan akidah lantaran orang tua salah menempatkan pendidikan anak dan salah dalam memilih guru pembimbing bagi anak-anaknya. Saat tumbuh, pada diri anak disemai ajaran akidah yang tidak benar. Sehingga, berapa banyak manusia yang kemudian terjatuh pada bentuk kesyirikan, menyembah kuburan, meyakini bintang-bintang (Virgo, Gemini dan sebagainya). Nas’alullaha assalamah wal’afiyah. Semoga Allah Ta’ala senantiasa membimbing kita ke jalan yang diridhai-NYA. Amin. Wallahu ‘a’lam.