Sabtu, 24 September 2011

Kenapa kita harus mengikuti as Salaf???

Penulis: Al Muhaddist al `Allaamah Muhammad Naashiruddiin al Albaaniy rahimahullahu Ta`aala 


لماذا نتبع السلف؟؟؟

Kenapa kita harus mengikuti as Salaf???

Jawaban dari pertanyaan ini akan kita dengarkan dari seorang imam ahlil Hadist pada zaman ini yaitu; al Muhaddist al `Allaamah Muhammad Naashiruddiin al Albaaniy rahimahullahu Ta`aala.



Pertanyaan : Kenapa harus dinamakan dengan as Salafiyyah?? Apakah da`wah ini merupakan da`wah hizbiyyah, atau da`wah thooifiyyah atau da`wah madzhabiyyah, atau dia ini merupakan satu golongan yang baru dalam Islam ini??



Jawaban : Sesungguhnya kata kata “as Salaf” ma`ruufun (sangat dikenal) dalam bahasa `arab dan di dalam syari`at ini, yang terpenting bagi kita disini adalah pembahasannya dari sisi syari`at.



Sesungguhnya telah shohih dari pada Nabi Shollallahu `alaihi wa Sallam, bahwasanya beliau `Alaihi wa Sallam pernah berkata kepada anaknya Faathimah radhiallahu `anha sebelum beliau `Alaihi wa Sallam wafat :



((فاتقي الله واصبري، فإنه نعم السلف أنا لك......)). رواه مسلم (2450) (98).



Artinya : “Bertaqwalah kamu kepada Allah dan bersabarlah, sesungguhnya sebaik baik “salaf” bagi kamu adalah saya…”[1]



Penggunaan kalimat ‘salaf” sangat ma`ruf dikalangan para `ulama salaf dan sulit sekali untuk dihitung dan diperkirakan, cukup bagi kita satu contoh dari sekian banyak contoh contoh yang digunakan oleh mereka dalam rangka untuk memerangi bid`ah bid`ah.



كل خير في اتباع من سلف وكل شر في ابتداع من خلف



“Setiap kebajikan itu adalah dengan mengikuti orang salaf dan setiap kejelekan tersebut adalah yang diada adakan oleh orang khalaf”.



Ada sebahagian orang yang menda`wakan memiliki `ilmu, mengingkari penisbahan kepada “salaf”, dengan da`waan bahwa nisbah ini tidak ada asalnya. Dia berkata : “Tidak boleh bagi seseorang muslim untuk mengatakan saya seorang “salafiy,” seolah olah dia mengatakan juga : “Tidak boleh bagi seseorang mengatakan saya muslim yang mengikuti para “salafus shoolih” dengan apa apa mereka di atasnya dalam bentuk `aqidah, `ibadat dan akhlaq.” Maka tidak diragukan lagi bahwa pengingkaran seperti ini kalau benar benar dia ingkari, sudah tentu diwajibkan juga bagi dia untuk berlepas diri dari Islam yang benar, yang telah dijalani oleh para “salafus shoolih”, Rasuulullahi Shollallahu `alaihi wa Sallam telah mengisyaratkan dalam hadist hadist yang mutawaatir diantaranya :



((خير أمتي قرني، ثم الذين يلونهم، ثم الذين يلونهم)).



Artinya : “Sebaik baik ummat saya adalah yang hidup sezaman dengan saya (sahabatku), kemudian orang orang yang mengikuti mereka (at Taabi`uun), kemudian orang orang yang mengikuti mereka (at Baaut Taa`bi`iin)….”[2]



Maka tidak boleh bagi seorang muslim untuk berlepas diri dari penisbahan kepada as Salafus Shoolih, sebagaimana kalau seandainya berlepas diri juga dari penisbahan yang lainnya, tidak mungkin bagi seorang ahli `ilmu untuk menisbahkannya kepada kekufuran atau kefasikan.



Orang yang mengingkari penamaan seperti ini (nisbah kepada “salaf”). Apakah kamu tidak menyaksikan, bukankah dia menisbahkan dirinya kepada satu madzhab dari sekian madzhab yang ada?, apakah madzhab ini berhubungan dengan `aqidah atau fiqh. Sesungguhnya dia mungkin Asy`ariy, Maaturiidiy dan mungkin juga dia dari kalangan ahlul hadist atau dia Hanafiy, Syaafi`ii, Maalikiy atau Hanbaliy diantara apa apa yang termasuk kedalam penamaan ahlus Sunnah wal Jamaa`ah, padahal seseorang yang menisbahkan dirinya kepada madzhab asy`Ariy atau kepada madzhab yang empat, sebenar dia telah menisbahkan dirinya kepada pribadi pribadi yang bukan ma`suum tanpa diragukan, walaupun diantara mereka ada juga para `ulama yang benar, alangkah aneh dan sangat mengherankan sekali, kenapa dia tidak mengingkari penisbahan kepada pribadi yang tidak ma`suum ini???



Adapun seorang yang mengintisabkan dirinya kepada “as Salafus Shoolih”, sesungguhnya dia telah menyandarkan dirinya kepada seseorang yang ma`suum secara umum (yang dimaksud Nabi Muhammad Shollallahu `alaihi wa Sallam), Nabi Muhammad Shollallahu `alaihi wa Sallam telah menyebutkan tentang tanda tanda “al Firqatun Naajiyyah” yaitu seseorang yang berpegang teguh dengan apa yang Rasulullah Shollallahu `alaihi wa Sallam dan para shohabatnya ada di atasnya, maka barang siapa yang berpegang teguh dengan jalan mereka secara yaqin, dia betul betul berada di atas petunjuk Robnya.



Nisbah kepada “as Salaf” ini merupakan nisbah yang akan memuliakan seseorang menisbahkan dirinya kepadanya, kemudian memudahkan baginya untuk mengikuti jalan kelompok orang yang selamat tersebut, tidak sama dengan seseorang yang menisbahkan dirinya kepada nisbah yang lain, karena penisbahan itu tidak akan terlepas dia diantara dua perkara :



Pertama, dia mungkin meng-intisabkan dirinya kepada seseorang yang bukan ma`suum, atau kepada orang orang yang mengikuti manhaj (methode) orang yang bukan ma`suum ini, yang tidak ada sifat suci baginya, berbeda dengan shahabat Nabi Shollallahu `alaihi wa Sallam yang memang diperintahkan kita oleh Nabi Shollallahu `alaihi wa Sallam untuk berpegang teguh dengan sunnah (cara/methode)nya dan sunnah para shahabatnya setelah beliau wafat.



Dan kita akan terus menerus menganjurkan dan menerangkan agar pemahaman kita terhadap al Quraan dan as Sunnah benar benar sesuai dengan pemahaman para shahabatnya Shollallahu `alaihi wa Sallam, supaya kita terjaga daripada berpaling dari kanan dan kekiri, juga terpelihara dari penyelewengan pemahaman yang khusus, sama sekali tidak ada dalil yang menunjukan atas pemahaman itu dari Kitaabullahi Subhaana wa Ta`aalaa dan Sunnah RasulNya Shollallahu `alaihi wa Sallam.



Kemudian, kenapa tidak cukup bagi kita untuk menisbahkan diri kepada al Quraan as Sunnah saja?

Jawabannya kembali kepada dua sebab :

Pertama : Berhubungan dengan nash nash syar`ii.

Kedua : Melihat kepada keadaan firqoh firqoh (golongan golongan) islaamiyah pada sa`at ini.



Ditinjau dari sebab yang pertama : kita menemukan dalil dalil syar`ii memerintahkan untuk menta`ati sesuatu yang lain disandari kepada al Kitab dan as Sunnah, sebagaimana dikatakan oleh Allah Ta`aalaa :



((يأيها الذين آمنوا أطيعوا الله وأطيعوا الرسول وأولى الأمر منكم....)) النساء (59).



Artinya : “Hai orang orang yang beriman, tha`atilah Allah dan tha`atilah RasulNya, dan ulil amri diantara kalian.” An Nisaa` (59).



Kalau seandainya ada waliyul amri yang dibai`at dikalangan kaum muslimin maka wajib untuk mentha`atinya sebagaimana kewajiban mentha`ati al Kitab dan as Sunnah, bersamaan dengan demikian kadang kadang dia salam serta orang orang disekitarnya, namun tetap wajib mentha`atinya dalam rangka mencegah kerusakan daripada perbedaan pandangan pandangan yang demikian dengan syarat yang ma`ruuf, demikian disebutkan dalam hadist yang shohih :



((لا طاعة في معصية إنما الطاعة في المعروف)).

Artinya : “Tidak ada ketha`atan di dalam ma`shiat, sesungguhnya ketha`atan itu hanya pada yang ma`ruuf.”[3]



Allah Tabaaraka wa Ta`aalaa berkata :



((ومن يشاقق الرسول من بعد ما تبين له الهدى ويتبع غير سبيل المؤمنين نوله ما تولى ونصله جهنم وساءت مصيرا)). النساء:(115).



Artinya : “Barang siapa menyakiti (menyelisihi) as Rasul Shollallahu `alaihi wa Sallam setelah sampai (jelas) kepadanya hudan (petunjuk), lalu dia mengikuti bukan jalan orang mu`minin (para shahabat), kami akan palingkan dia kemana sekira kira dia berpaling, lalu kami akan masukan dia keneraka jahannam yang merupakan sejelek jelek tempat baginya.” An Nisaa (115).



Sesungguhnya Allah `Azza wa Jalla Maha Tinggi dan Maha Suci Dia dari sifat kesia sia-an, tidak diragukan dan disangsikan lagi bahwasanya penyebutan jalan orang mu`miniin pada ayat ini sudah tentu ada hikmah dan faedah yang sangat tepat, yaitu; bahwasanya ada kewajiban yang penting sekali tentang pengikutan kita kepada Kitaabullahi Subhaana wa Ta`aalaa dan Sunnah RasulNya Shollallahu `alaihi wa Sallam wajib untuk dicocokan dengan apa apa yang telah dijalani oleh orang muslimiin yang pertama dikalangan ummat ini, mereka adalah shahabat Rasul Shollallahu `alaihi wa Sallam; kemudian orang orang yang mengikuti mereka dengan baik, inilah yang selalu diserukan oleh ad Da`watus Salafiyyah, dan apa apa yang telah difokuskan dalam da`wah tentang asas asas dan tarbiyahnya.



Sesungguhnya “ad Da`watus Salafiyyah”-merupakan satu satunya da`wah yang haq untuk menyatukan ummat ini, sementara apapun bentuk da`wah yang lain hanya memecah belah ummat ini; Allah `Azza wa Jalla berkata :



((وكونوا مع الصادقين)). التوبة (119).



Artinya : “Hendaklah kamu bersama orang orang yang benar.” At Taubah (119), dan barangsiapa yang membedakan diantara al Kitaab dan as Sunnah disatu sisi, dan antara “as Salafus Shoolih disisi yang lainnya dia bukan seorang yang jujur selama lamanya.



Ditinjau dari sebab yang kedua : Kelompok kelompok dan golongan golongan pada hari ini sama sekali tidak menghadap secara muthlaq untuk mengikuti jalan orang mu`miniin (jalan para shahabat radhiallahu `anhum) seperti yang disebutkan pada ayat diatas, dan dipertegas lagi dengan sebahagian hadist hadist yang shohih diantaranya : hadist al firaq (mengenai perpecahan) menjadi tujuh puluh tiga gologan, yang keseluruhannya di neraka kecuali satu, Rasuulullahu Shollallahu `alaihi wa Sallam telah menjelaskan tentang sifatnya bahwasanya dia :



"هي التي على مثل ما أنا عليه اليوم وأصحابي."



Artinya : “Dia (al Firqatun Naajiyyah) itu adalah sesuai dengan apa apa yang saya hari ini dan para shahabat saya.”[4]

Dan hadist ini serupa dengan ayat diatas menyebutkan jalan orang mu`miniin, diantaranya juga hadist al `Irbaadh bin Saariyah radhiallahu `anhu :



"فعليكم بسنتي وسنة الخلفاء الراشدين المهديين من بعدي".



Artinya : “Wajib bagi kalian untuk berpegang teguh dengan Sunnah dan Sunnah al Khulafaaur Raasyidiin al Mahdiyiin setelah saya.”[5]

Jadi dihadist ini menunjukan dua Sunnah : Sunnatur Rasuul Shollallahu `alaihi wa Sallam dan Sunnatul Khulafaaur Raasyidiin.



Diwajibkan bagi kita-akhir ummat ini- untuk kembali kepada al Kitaab dan as Sunnah dan jalan orang mu`miniin (as Salafus Shoolih), tidak dibolehkan bagi kita mengatakan: kita akan memahami al Kitab dan as Sunnah secara bebas (merdeka) tanpa meruju` kepada pemahaman “as Salafus Shoolih!!”



Dan wajib adanya penisbahan yang membedakan secara tepat pada zaman ini, maka tidak cukup kita katakan : saya muslim saja!, atau madzhab saya adalah al Islam!, padahal seluruh firqah firqah yang ada mengatakan demikian : ar raafidhiy (as Syii`ah) dan al ibaadhiy (al Khawaarij/Firqatut takfiir) dan al qadiyaaniy (Ahmadiyyah) dan selainnya dari firqah firqah yang ada!!, jadi apa yang membedakan kamu daripada mereka keseluruhannya??



Kalau kamu mengatakan : saya muslim mengikuti al Kitab dan as Sunnah juga belum cukup, karena pengikut pengikut firqah firqah yang sesat juga mengatakan demikian, baik al `Asyaairah dan al Maaturiidiyyah dan kelompok kelompok yang lain- keseluruhan pengikut mereka juga menda`wakan mengikuti yang dua ini (al Kitab dan as Sunnah).



Dan tidak diragukan lagi adanya wujud penisbahan yang jelas lagi terang yang betul betul membedakan secara nyata yaitu kita katakan : “Ana muslim mengikuti al Kitab dan as Sunnah di atas pemahaman “as Salafus Shoolih,” atau kita katakan dengan ringkas : “Ana Salafiy.”



Dan diatas inilah; sesungguhnya kebenaran yang tidak ada penyimpangan padanya bahwasanya tidak cukup bersandarkan kepada al Kitab dan as Sunnah saja tanpa menyandarkan kepada methode pemahaman “as Salaf” sebagai penjelas terhadap keduanya dalam sisi pemahaman dan gambaran, al `ilmu dan al `amal, ad Da`wah serta al Jihad.



Kita mengetahui bahwasanya mereka-radhiallahu `anhum- tidak pernah fanatik kepada madzhab tertentu atau kepada pribadi tertentu, tidak terdapat dikalangan mereka ada mengatakan : “Bakriy (pengikut Abu Bakr), `Umariy (pengikut `Umar), `Utsmaaniy (pengikut `Utsman), `Alawiy (pengikuti `Ali) radhiallahu `anhum ajma`iin, bahkan salah seorang dari kalangan mereka apabila memudahkan baginya untuk bertanya kepada Abu Bakr atau `Umar atau Abu Hurairah dia akan bertanya; yang demikian itu dikarenakan mereka betul betul yaqin bahwasanya tidak dibolehkan meng-ikhlashkan “ittibaa`” (pengikutan) kecuali pada seorang saja, ketahuilah dia adalah Rasulullahi Shollallahu `alaihi wa Sallam; dimana beliau tidak pernah berbicara dengan hawa nafsunya melainkan wahyu yang diwahyukan padanya.



Kalau kita terima bantahan para pengeritik ini bahwasanya kita hanya menamakan diri kita “kami orang muslim”, tanpa menisbahkan kepada “as Salafiyyah”-padahal nisbah itu merupakan nisbah yang mulia dan benar-, apakah mereka (para pengeritik) akan melepaskan dari penamaan dengan golongan golongan mereka, atau madzhab madzhab mereka, atau thoriiqah thoriiqah mereka- yang padahal penisbahan dan penyadaran itu bukan disyari`atkan dan tidak benar?!!

فحسبكم هذا التفاوت بيننا

وكل إناء بما فيه ينضح.

Artinya : “Cukuplah bagi kalian perbedaan ini diantara kita

Dan setiap bejana akan menuangkan apa apa yang ada padanya.



Dan Allah Tabaaraka wa Ta`aalaa yang Menunjuki kita ke jalan yang lurus, dan Dia-Subhaana wa Ta`aalaa- Yang Maha Penolong.



Diterjemahkan oleh Abul Mundzir-Dzul Akmal as Salafiy

Dari Majallah as Ashoolah (no.9/86-90), dengan judul : “Masaail wa Ajwibatuha.”

1997M. 

http://www.darussalaf.or.id/stories.php?id=677

0 komentar:

Posting Komentar