Tata Cara Wudhu Nabi (edisi I)
Kedudukan wudhu dalam aktivitas ibadah seorang muslim begitu tinggi. Wudhu bukan hanya salah satu syarat sahnya shalat yang telah ditetapkan oleh syariat namun terkandung di dalamnya sekian banyak keutamaan. Bukan suatu hal yang berlebihan kiranya jika dikatakan bahwa kaum muslimin telah begitu akrab dengan aktivitas wudhu ini karena pada umumnya hal itu telah mereka pelajari di bangku-bangku sekolah dasar dan bahkan di setiap harinya mereka tidak lepas dari wudhu.
Pembaca yang dimuliakan oleh Allah ta’ala, dari sinilah muncul sebuah pertanyaan apakah tata cara wudhu yang selama ini kita amalkan sudah sesuai dengan apa yang dituntunkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam?
Demikian urgen pertanyaan ini mengingat keabsahan suatu ibadah tidak semata-mata ditentukan oleh keikhlasan akan tetapi mutaba’ah (sesuai dengan tuntunan Rasul) adalah merupakan salah satu syarat sah suatu amalan ibadah. Oleh karena itu, alangkah baiknya pada edisi kali ini kami mengangkat sebuah tema tentang tata cara wudhu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan merujuk kepada landasan-landasan hukum yang akurat dan kuat serta terlepas dari dalil-dalil yang meragukan, apalagi dha’if (lemah).
Sesuai dengan judulnya yaitu tata cara wudhu Nabi, tulisan ini berusaha untuk menyajikan berbagai permasalahan pokok yang terkait dengan wudhu dengan menyederhanakan pembahasan dan tidak mengemukakan secara meluas tentang permasalahan khilafiyah (perbedaan pendapat di antara para ulama). Wallahul muwaffiq.
Definisi wudhu
Kata wudhu dengan didhammah huruf wawu (wudhu`) artinya adalah perbuatan atau aktivitas berwudhu dan jika difathahkan huruf wawunya (wadhu`) maka artinya adalah air (yang digunakan untuk berwudhu) [Mu’jamul Wasith hal.1806].
Adapun pengertian wudhu menurut istilah syar’i adalah mencuci dan mengusap anggota badan tertentu atau anggota tubuh yang empat, yaitu kepala, wajah, kedua tangan dan kaki dengan disertai niat (tidak disyariatkan untuk melafalkan niat sebagaimana telah lewat pembahasannya) [Mu’jamul Wasith hal.1806].
Wudhu disyariatkan berdasarkan Al-Qur`an dan Sunnah
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman yang artinya, “Hai orang-orang yang beriman, apabila kalian hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah muka kalian dan tangan kalian sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki.” [Al-Ma`idah:6].
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda (yang artinya), “Tidak akan diterima shalat salah seorang dari kalian jika berhadats hingga dia berwudhu.” Mutaffaq ‘alaih.
- Niat
Niat secara bahasa artinya tujuan dan tekad. Tempatnya berada di dalam kalbu dan tidak disyariatkan untuk mengucapkannya.
- Tasmiyah (membaca basmalah)
Dalam hadits yang lain beliau bersabda (yang artinya), “Berwudhulah kalian dengan nama Allah.” [Mutaffaq ‘alaih dari sahabat Anas bin Mâlik].
Al-Hafizh Al-Mundziry mengatakan dalam kitab beliau At-Targhib, “Al-Hasan al-Bashri, Ishaq bin Rahuyah, dan para ulama zhahiriyah berpandangan bahwa membaca basmalah dalam berwudhu adalah wajib sehingga jika seseorang meninggalkannya dengan sengaja maka dia harus mengulangi wudhunya, dan ini adalah salah satu pendapat Al-Imam Ahmad serta dipilih oleh Shiddiq Hasan Khan dan Asy-Syaukani di dalam kitab Sailul Jarrar.” Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyah (1/94-95).
Adapun seseorang yang lupa membaca basmalah maka ia mengucapkannya ketika ingat.
- Mencuci kedua telapak tangan.
- Madhmadhah (berkumur), Istinsyaq (menghirup air ke hidung), dan Istintsar (mengeluarkan air dari dalam hidung).
Landasan hukumnya adalah sabda Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam dari sahabat Laqith bin Shabirah radhiyallahu ‘anhu, bahwasanya Rasulullah bersabda (yang artinya), “Jika engkau berwudhu maka berkumurlah.” [H.R. Abu Dâwûd dan At-Tirmidzi. Dishahihkan Asy-Syaikh Al-Albany dalam Shahih Sunan Abu Dawud no.129].
Dalam hadits yang lain dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Jika salah seorang dari kalian berwudhu maka hendaknya dia menghirup air ke hidung lalu mengeluarkannya.” [Mutaffaq ‘alaih].
Asy-Syaukani mengatakan, “Pendapat yang mengatakan wajibnya madhmadhah dan istinsyaq adalah pendapat yang benar karena Allah subhanahu wa ta’ala telah memerintahkan di dalam Al-Qur`an untuk mencuci wajah, sementara tempat madhmadhah dan istinsyaq termasuk bagian dari wajah, bahkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam senantiasa melakukannya di setiap wudhu dan perbuatan beliau tersebut diriwayatkan oleh semua perawi yang meriwayatkan sifat wudhu beliau. Maka, hal itu memberikan suatu faidah bahwa madhmadhah dan istinsyaq merupakan bagian dari perintah untuk mencuci wajah yang tersebut dalam Al-Qur`an. Demikian pula telah datang perintah untuk melakukan istinsyaq dan istintsar dalam hadits-hadits yang shahih. [Sailul Jarrar hal.81-82 sebagaimana dinukil di dalam Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyah jil.1 /hal.96].
- Menggabung antara madhmadhah dan istinsyaq dengan satu cidukan.
- Menghirup air ke dalam hidung dengan menggunakan tangan kanan dan mengeluarkannya dengan tangan kiri.
[Bersambung insya Allah pada edisi yang akan datang...]
Daftar pustaka: a. Sifat Wudhu Nabi, karya Fahd bin Abdurrahman.
b. Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyah, karya Husain Al-‘Awaisyah.
c. Al-Wajîz, karya Abdul ‘Azhîm Badawy.
d. Al-Mu’jamul Wasîth.
sumber : http://tashfiyah.net/?p=59
0 komentar:
Posting Komentar